Setyawan Sutanto
SMA Fransiskus Bandarlampung
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis Peserta Didik dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran Problem Based Learning serta mengetahui perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis pada proses pembelajaran fisika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran Problem Based Learning. Desain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentuk Pre-Eksperimental Design dengan tipe One-Group Pretest-Posttest Design. Teknik analisis data kemampuan berpikir kritis menggunakan skor gain dan N-gain sedangkan pengujian hipotesis menggunakan uji Paired Sample T Test dan Independent Sample T Test.
Berdasarkan skor rata-rata N-gain diperoleh rata-rata kemampuan berpikir kritis Peserta Didik pada kelas inkuiri terbimbing sebesar 0,67 (kategori sedang) dan berdasarkan skor gain diperoleh kenaikan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis sebesar 66,54%. Pada kelas PBL diperoleh skor N-gain rata-rata kemampuan berpikir kritis Peserta Didik sebesar 0,78 (kategori tinggi) dengan kenaikan skor rata-rata sebesar 69,35%. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa PBL lebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kata kunci: Kemampuan berpikir kritis, Inkuiri terbimbing, PBL
PENDAHULUAN
Pentingnya pembelajaran fisika pada tingkat SMA/MA menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah ialah memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, menumbuhkan kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Namun pada kenyataannya, pembelajaran fisika lebih menekankan pada ketercapaian target materi menurut kurikulum atau menurut buku yang dipakai sebagai buku wajib, bukan pada pemahaman materi yang dipelajari dan peningkatan keterampilan berpikir siswa. Padahal salah satu kecakapan hidup ( life skill ) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah keterampilan berpikir. Diantara kemampuan berpikir yang perlu dimiliki oleh peserta didik diantaranya keterampilan berpikir kritis. Menurut Nursiti & Barat (2013) keterampilan berpikir kritis adalah proses mental yang mencakup kemampuan
merumuskan masalah, memberikan dan menganalisis argumen, melakukan observasi,
menyusun hipotesis, melakukan deduksi dan induksi, mengevaluasi, dan mengambil
keputusan serta melaksanakan tindakan. Selain itu kemampuan berpikir kritis yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan keinginan pemerintah. Keterampilan berpikir kritis merupakan cara bernalar yang dipopulerkan dalam bidang pendidikan sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006 karena merupakan proses berpikir level tinggi (Higher Order Thinking) (Hanifah & Agustinia, 2012). Dengan dimiliknya kemampuan berpikiri kritis setiap peserta didik, diharapkan mereka nantinya dapat bersaing dalam menghadapi abad 21, karena salah satu keterampilan yang dibutuhkan diantaranya keterampilan berpikir kritis. Hal ini diperkuat dengan pendapat Sugrah dkk., (2017) yang menyatakan Keterampilan berpikir kritis sangatlah diperlukan karena pada abad ke-21 dikenal sebagai abad pengetahuan yang memerlukan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi dengan berbagai keterampilan, salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis sehingga sumber daya manusia dapat bersaing dalam mengisi pasar kerja. Dari serangkaian pendapat di atas dapat dikatakan Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya karena kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat.
Menyikapi terkait keterampilan berpikir kritis yang dimilik oleh peserta didik, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu membangun dan memberdayakan keterampilan tersebut diantaranya dengan penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing (guiding inquiry) dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Penggunaan model inkuiri terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator dimana guru membimbing peserta didik jika diperlukan. Dengan demikian diharapkan peserta didik didorong untuk berpikir sendiri secara kritis, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan. Hal ini didukung oleh pendapat Kurniawati, Wartono, dan Diantoro (2014: 116), menyatakan bahwa model pembelajaran inkuiri mampu meningkatkan hasil belajar, penguasaan konsep serta kemampuan berpikir kritis dan kreatif peserta didik. Dari pandapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa model inkuiri terbimbing dapat memberdayakan kemampuan berpikir kritis peserta didik dalam proses pembelajaran.
Selain menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, kemampuan berpikir kritis siswa juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan PBL. Hal ini didukung oleh pendapat Safitri dkk., (2015) yang menyatakan Model pembelajaran problem based learning merupakan strategi pembelajaran yang inovatif, di mana pada model ini guru mendorong siswa dalam mengembangkan berbagai keterampilan, seperti keterampilan dalam pemecahan masalah, kreativitas dan keterampilan berpikir kritis. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa baik pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing maupun model PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Masing-masing memiliki karakteristik dan sintaks pembelajaran yang mengarah pada peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas ,tujuan penelitian ini diantaranya: (1) mengetahui kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran Problem Based Learning dan (2) mengetahui perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis pada proses pembelajaran fisika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan model pembelajaran Problem Based Learning.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bentuk Pre-Eksperimental Design dengan tipe One-Group Pretest-Posttest Design. Populasi penelitian ini yaitu seluruh peserta didik kelas XI MIPA 1, XI MIPA 2 dan XI MIPA 3 SMA Fransiskus Bandar Lampung pada semester genap Tahun Pelajaran 2019/2020. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Cluster Random Sampling. Berdasarkan populasi yang terdiri dari 3 kelas diambil 2 kelas secara acak sebagai sampel. Sampel yang diperoleh adalah kelas XI MIPA 1 sebagai Kelompok eksperimen 1 dan kelas XI MIPA 3 sebagai kelompok eksperimen 2. Kedua kelas yang menjadi sampel adalah homogen. Rata-rata kemampuan akademik siswa pada kedua kelas, tidak berbeda. Instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa adalah soal tes berbentuk essay. Tes ini digunakan pada saat pretest dan posttest dengan jumlah sebanyak 5 butir soal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh data diantaranya:
- Hasil Uji Normalitas Skor Pretest dan Post Test
Langkah pertama dalam uji Statistik aspek berpikir kritis adalah menguji data skor pretest dan post test pada kedua kelas eksperimen berdistribusi normal atau tidak menggunakan SPSS versi 17 dengan metode Kolmogrov-Smirnov. Hasil uji normalitas skor pretest dan post test ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Skor Pretest dan Post test
No | Parameter | Kelas PBL | Kelas Inkuiri Terbimbing | ||
Pretest | Post Test | Pretest | Post Test | ||
1 | Jumlah Siswa | 36 | 36 | 38 | 38 |
2 | Rata-rata | 1,47 | 15,33 | 0,53 | 13,82 |
3 | Nilai Tertinggi | 4 | 19 | 2 | 17 |
4 | Nilai Terendah | 0 | 11 | 0 | 8 |
5 | Asymp. Sig (2-tailed) | 0,017 | 0,116 | 0,000 | 0,502 |
- Hasil Uji Normalitas Rata-Rata Skor N-gain
Selain menguji normalitas skor pretest dan post test, rata-rata skor N-gain juga perlu diuji normalitasnya untuk mengetahui data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini juga menggunakan SPSS versi 17 dengan metode Kolmogrov-Smirnov. Hasil uji normalitas rata-rata N-gain ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas Rata-Rata N-gain
No | Parameter | Kelas | |
PBL | Inkuiri Terbimbing | ||
1 2 3 4 5 | Jumlah Siswa Rata-rata Nilai Tertinggi Nilai Terendah Asymp. Sig (2-tailed) | 36 0,7703 0,96 0,58 0,526 | 38 0,6780 0,86 0,42 0,203 |
- Hasil Uji Paired Sample T Test Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Setelah melakukan uji normalitas skor pretest dan post test dari kedua kelas eksperimen tersebut, selanjutnya dilakukan pengujian dua sampel berhubungan menggunakan Paired Sample T Test untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran pada masing-masing kelas eksperimen. Adapun yang diuji adalah nilai pretest dan post test dari masing-masing kelas eksperimen. Hasil uji Paired Sample T Test ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Paired Sample T Test Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Kelas PBL | Kelas Inkuiri Terbimbing | |
Mean | 13,861 | 13,289 |
t | 42,456 | 32,045 |
df | 35 | 37 |
Sig. (2-tailed) | 0,000 | 0,000 |
- Hasil Uji Independent Sample T Test Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Langkah selanjutnya yaitu melakukan pengujian dua sampel bebas menggunakan uji t test (Independent Sample T Test) untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa antara kelas eksperimen PBL dan inkuiri Adapun yang diuji adalah perbedaan rerata N-gain dari masing-masing kelas eksperimen. Hasil uji Independent Sample T Test ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Independent Sample T Test Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Gain | ||||
Equal Variances Assumed | Equal Variances Not Assumed | |||
Levene’s Test For | F | 0,092 | ||
Equality Of Variances | ||||
Sig | 0,763 | |||
t-test for equality | t | 3,470 | 3,483 | |
of Means | df | 72 | 71,508 | |
Sig (2-tailed) | 0,001 | 0,001 |
- Data Berpikir Kritis (Data Aspek Kognitif Produk Pembelajaran)
Data berpikir kritis diperoleh dengan cara memberikan pretest pada awal pembelajaran dan post test pada akhir pembelajaran yang terdiri dari 5 item pertanyaan. Test yang diberikan berbentuk essay. Setiap item pertanyaan dibuat berdasarkan indikator berpikir kritis. Kajian berpikir kritis berdasarkan indikator ada tiga, yaitu: Memberikan Penjelasan Sederhana (MPS), Membuat Penjelasan Lebih Lanjut (MPLL), serta Menerapkan Strategi dan Taktik (MST). Peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik diperoleh dari skor N-gain yang dihitung dari skor pretest dan post test. Data dari masing-masing indikator ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase peserta didik berdasarkan N-gain berpikir kritis tiap indikator
Kategori | Kelas PBL | Kelas Inkuiri Terbimbing | ||||||
MPS | MPLL | MST | Rata-rata | MPS | MPLL | MST | Rata-rata | |
Tinggi | 88,89% | 69,44% | 47,22% | 72,22% | 63,16% | 73,68% | 28,95% | 42,11% |
Sedang | 11,11% | 30,56% | 52,78% | 27,78% | 31,58% | 23,68% | 71,05% | 57,89% |
Rendah | 0 | 0 | 0 | 0 | 5,26% | 2,64% | 0 | 0 |
Adapun perolehan skor kemampuan berpikir kritis peserta didik dari masing-masing kelas eksperimen disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Perolehan Skor Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik
Perolehan Skor | Kelas PBL | Kelas Inkuiri Terbimbing |
Rata-rata pretest | 1,47 | 0,56 |
Rata-rata post test | 15,33 | 13,82 |
Gain Tertinggi | 17 | 17 |
Gain Terendah | 10 | 7 |
Rata-rata Gain | 13,86 | 13,29 |
Kenaikan skor rata-rata | 69,35% | 66,54% |
Rata-rata N-gain | 0,78 | 0,67 |
Kategori | Tinggi | Sedang |
Berdasarkan hasil analisis pada uji Paired Sample T Test maka dapat disimpulkan bahwa baik pembelajaran fisika menggunakan inkuiri terbimbing dan PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis pada uji Independent Sample T Test maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa dengan PBL lebih tinggi dibandingkan rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan pembelajaran inkuiri terbimbing.
Kesimpulan tersebut didukung oleh hasil rerata N-gain kemampuan berpikir kritis pada kedua kelas eksperimen tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui rerata N-gain pada kelas inkuiri terbimbing sebesar 0,67 (kategori sedang) dengan rincian: 15 peserta didik (42,11%) memperoleh kategori tinggi dan 17 peserta didik (57,89%) memperoleh kategori sedang. Adapun kenaikan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik sebesar 66,54%. Sedangkan pada kelas PBL, diketahui rerata N-gain sebesar 0,78 (kategori tinggi) dengan rincian: 22 peserta didik (72,22%) memperoleh kategori tinggi dan 10 peserta didik (27,78%) memperoleh kategori sedang. Adapun kenaikan skor rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik sebesar 69,35%.
Gambar 1. Grafik persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis per kelas
Eksperimen
Perbedaan rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis pada masing-masing kelas eksperimen diakibatkan adanya fase-fase pembelajaran dari kedua model pembelajaran tersebut yang berbeda-beda dalam setiap tahapannya. Fase pada model pembelajaran PBL meliputi: (1) orientasi peserta didik terhadap masalah, (2) mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Sedangkan fase-fase pembelajaran inkuiri terbimbing meliputi: (1) merumuskan masalah, (2) membuat hipotesa, (3) merencanakan kegiatan, (4) melaksanakan kegiatan, (5) mengumpulkan data, (6) mengambil kesimpulan. Faktor utama yang menyebabkan rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas PBL lebih tinggi daripada kelas inkuiri terbimbing hal ini dikarenakan pada model pembelajaran PBL memiliki fase menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, pada fase ini peserta didik dituntut lebih berpikir dalam menyelesaikan masalah yang ada pada proses pembelajaran, sehingga dengan demikian peserta didik akan terdorong untuk menggunakan kemampuan berpikir kritisnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Diani dkk. (2016) yang menyataan bahwa hal tersebut dapat terjadi karena karakteristik model problem based learning yang dapat mendorong siswa untuk bepikir dan mempertanyakan secara kritis dan reflektif, sehingga siswa tidak langsung menyimpulkan namun mencoba untuk menemukan landasan argumen dan fakta-fakta yang mendukung alasan. Oleh karena itu peserta didik tidak hanya tahu namun juga memikirkan dan menganalisisnya terlebih dahulu. Serta diperkuat oleh pendapat Tiya,dkk (2019) yang menyatakan model pembelajaran problem based learning lebih baik dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik dibandingkan model inkuiri terbimbing. Hal ini dikarenakan pada proses pembelajaran problem based learning berpusat pada peserta didik sehingga peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran. Disamping itu, kecilnya nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis pada model pembelajaran inkuiri terbimbing dikarenakan peserta didik masih dibimbing oleh guru dalam setiap sintaknya berbeda dengan model PBL. Hal ini sesuai dengan pendapat Puspita dkk., (2018) yang menyatakan pada model pembelajaran inkuiri terbimbing guru masih mendominasi proses pembelajaran, siswa tidak dilepas langsung seperti pada problem based learning. Siswa masih dibimbing dan diarahkan dalam mengidentifikasi masalah, membuat hipotesis, merancang percobaan, mengumpulkan data dan membuat kesimpulan. Sehingga siswa tidak mandiri dalam memecahkan masalah dan kurang mengeksplorasi keterampilan berpikir kritis yang dimilikinya.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
- Rata-rata kemampuan berpikir kritis peserta didik kelas XI SMAN Fransiskus Bandar Lampung pada proses pembelajaran fisika dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing meningkat dari 0,56 menjadi 13,82 dengan kenaikan skor rata-rata sebesar 66,54% dan perolehan skor N-gain rata-rata sebesar 0,67 (kategori sedang) sedangkan Rata-rata kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan model pembelajaran PBL meningkat dari 1,47 menjadi 15,33 dengan kenaikan skor rata-rata sebesar 69,35% dan perolehan skor N-gain rata-rata sebesar 0,78 (kategori tinggi).
- Perolehan skor N-gain rata-rata kemampuan berpikir kritis Peserta Didik pada kelas PBL sebesar 0,78 (kategori tinggi) dan kelas inkuiri terbimbing sebesar 0,67 (kategori sedang) mengindikasikan bahwa PBL lebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis Peserta Didik dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Diani, R., Saregar, A., & Ifana, A. 2016. Perbandingan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Inkuiri Terbimbing terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik. Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika (JP2F), 7(2), 147-155.
Hanifah, N., & Agustini, R. 2012. Peningkatan Self Efficacy dan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Materi Pokok Asam Basa Kelas XI SMAN
9 Surabaya. Unesa Journal of Chemical Education, 1(1), 27-33.
Kurniawati, I.D., Wartono, dan Diantoro, M. 2014. Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Integrasi Peer Instruction terhadap Penguasaan Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Pendidikan FisikaIndonesia. Vol 1 Nomor 10. Hal 96-102
Nursiti, N., & Barat, W. L. J. 2013.Keterampilan Berpikir Kritis (Critical Thinking Skill) dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Widyaiswara LPMP Jawa Barat. Retrieved from http://www.academia.edu/download/32 163452/Keterampilan_Berpikir_Kritis.doc x.
Puspita, M. E., Setiadi, D., & Raksun, A. (2018). Perbedaan Kemampuan Berpikir Kritis
Peserta Didik dengan Menggunakan Model Inkuiri Terbimbing dan Problem
Based Learning (PBL) dalam Pembelajaran Biologi pada Peserta Didik Kelas X SMAN 2 Gerung Tahun Ajaran 2016/2017. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi, 242-248.
Safitri, E. H., Siahaan, J., & Al Idrus, W. H. 2015. Studi Komparasi Hasil Belajar Kimia pada Materi Koloid Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Proyek dan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Siswa Kelas XI IPA MAN 2 Mataram
Tahun Ajaran 2013/2014. J. Pijar MIPA,10(1), 52-56.
Sugrah, N., Saraha, A. R., & Djumat, H. H. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik
Kelas XI IPA SMA Negeri 4 Kota Ternate. J. Saintifik@MIPA, 1(1), 20-25.
Tiya,R.,Lisa,U., & Fitri,R. 2019. Perbandingan Model Problem Based Learning Dan Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Tadris Kimiya 4.