Setyawan Sutanto
SMA Fransiskus Bandarlampung
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS).
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas model Hopkins . Hasil penelitian menunjukkan aktivitas belajar siswa pada siklus I yaitu sebesar 60,0, pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 8,3% menjadi 68,3 dan pada siklus III terjadi peningkatan sebesar 12,7% menjadi 81,0. Hasil belajar fisika siswa pada siklus I sebesar 40,5 pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 18,3% menjadi 58,87 dan pada siklus III terjadi peningkatan sebesar 12,3% menjadi 71,25. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar fisika siswa.
Kata kunci: aktivitas belajar, hasil belajar, Think Pair Share.
PENDAHULUAN
Mata pelajaran sains terdiri dari beberapa cabang ilmu pengetahuan alam, yaitu Fisika, Biologi, dan Kimia. Fisika adalah salah satu mata pelajaran sains yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Banyak siswa menganggap mata pelajaran fisika adalah salah satu bidang ilmu pengetahuan alam yang tergolong sulit. Anggapan ini menyebabkan siswa kurang menyukai pelajaran fisika, sehingga menjadi salah satu faktor penyebab hasil belajarnya masih rendah. Rendahnya hasil belajar siswa diduga karena faktor kurangnya peran serta siswa selama pembelajaran. Dimyati dan Mudjiono (2006) menyatakan “Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari segi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar”. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam menuntut ilmu yaitu suatu hasil yang menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar mengajar dengan kurun waktu tertentu dan juga dengan kurikulum yang telah ditentukan pula (Sutamin, 2007). Bagi siswa hasil belajar dapat memberikan informasi tentang sejauh mana mereka menguasai bahan pelajaran yang disampaikan guru. Bagi guru, hasil belajar dapat digunakan sebagai petunjuk efektif tidaknya metode mengajar yang digunakan. Dengan demikian dapat dijadikan umpan balik pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran semakin baik dan optimal. Hasil belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya hasil belajar siswa. Menurut Sudjana dalam Sutamin (2007) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar, yang dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai berikut:
- Faktor Internal
Faktor internal berasal dari dalam individu yang belajar yang meliputi faktor fisik atau jasmani dan faktor mental psikologis. Faktor fisik misalnya keadaan badan lemah, sakit atau kurang fit dan sebagainya, sedangkan faktor mental psikologis meliputi kecerdasan atau intelegensi, minat, konsentrasi, ingatan, dorongan, rasa ingin tahu, dan sebagainya.
- Faktor Eksternal
Faktor eksternal berasal dari luar individu yang belajar, meliputi faktor alam, fisik, lingkungan, sarana fisik, dan nonfisik, pengajar serta strategi pembelajaran yang dipilih pengajar dalam menunjang proses belajar mengajar.
Hasil belajar akan meningkat tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Meningkatkan aktivitas siswa yang relevan selama pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga siswa mencapai ketuntasan belajar yang ditetapkan oleh mata pelajaran. Menurut Zulfikri dkk (2008) bahwa aktivitas belajar adalah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan-pengetahuan, nilai-nilai sikap, dan keterampilan pada siswa sebagai latihan yang dilaksanakan secara sengaja. Dalam kegiatan belajar, siswa harus aktif tidak boleh pasif karena yang melakukan kegiatan belajar tersebut adalah siswa. Hal ini diperkuat menurut pendapat (Ridwan, 2008) yang menyatakan
Siswa akan memperoleh pengalaman belajar yang lebih banyak bila ia dapat mengikuti pelajaran dengan tertib, penuh perhatian, mencatat dengan baik, serta mau bertanya jika ada penjelasan yang kurang dimengerti. Dengan demikian dapat diharapkan, jika siswa aktif melibatkan diri dalam menemukan prinsip-prinsip dasar siswa itu akan mengerti konsep yang lebih baik. Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang didahului dengan perencanaan dan didasari untuk mencapai tujuan belajar, yaitu perubahan pengetahuan kearah yang lebih baik dan keterampilan yang ada dalam diri siswa yang melakukan kegiatan belajar. Kegiatan belajar yang didahulukan adalah kegiatan yang mendukung pencapaian tujuan dalam proses pembelajaran. Seorang siswa dikatakan aktif belajar jika dalam belajarnya mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan tujuan belajarnya, memberi tanggapan terhadap suatu peristiwa yang terjadi dan mengalami atau turut merasakan sesuatu dalam proses belajarnya.
Hamalik (2004: 19) penggunaan aktivitas besar nilainya bagi siswa, sebab
- Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
- Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral.
- Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan siswa.
- Siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.
- Memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis.
- Pengajaran diselenggarakan secara realitis dan konkrit sehingga mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan verbalitas.
- Pengajaran di sekolah menjadi lebih hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan masyarakat.
Pada proses pembelajaran siswa merupakan partisipan aktif, siswa sendiri yang merekonstruksi pengalaman dan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga diharapkan nanti siswa mempunyai pengalaman yang baru mengenai ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama proses pembelajaran berlangsung.
Dalam proses belajar mengajar, yang menjadi pusat perhatian ialah siswa. Guru dituntut untuk mampu mengembangkan model-model pembelajaran yang dapat mendukung berkembangnya potensi siswa tidak hanya dari segi kognitif saja tetapi dari afektif serta psikomotor. Pada kenyataannya masih terdapat guru yang belum menerapkan model pembelajaran yang dapat menggali serta mengembangkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar masih berpusat pada guru (teacher centered) di mana penyampaian materi lebih banyak didominasi oleh guru. Guru memegang kendali aktif, sementara murid hanya duduk, diam, dan mendengarkan atau menerima pengetahuan secara pasif dan keterampilan siswa untuk menyampaikan gagasannya masih sangat kurang. Dalam hal ini guru perlu menerapkan model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang bertumpu pada pandangan bahwa proses belajar bukan hanya mewariskan sesuatu, melainkan juga harus menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki peserta didik. Siswa dapat belajar dengan aktif dan optimal, diharapkan hasil belajar siswa pun mengalami peningkatan. Salah satu upaya untuk meningkatkan peran serta siswa selama pembelajaran yaitu, menggunakan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS). Siswa yang berperan aktif selama proses pembelajaran, memperoleh peningkatan hasil belajar karena siswa sendiri yang mengkonstruksi pengetahuaan yang didapatkan. Hal ini didukung oleh pendapat Nurhadi (2004) TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. Dengan meggunakan model TPS diharapkan siswa aktif dalam proses pembelajaran baik secara individu maupun berkelompok. Hal ini didukung oleh pendapat Karyawati (2014) yang menyatakan Think Pair Square (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontrukivisme yang merupakan perpaduan antara belajar secara mandiri dan belajar secara
berkelompok.
Berdasarkan uraian di atas , tujuan penelitian ini diantaranya: (1) Mendeskripsikan peningkatan aktivitas belajar fisika siswa pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS).(2) Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar fisika siswa pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X MIA 2 SMA Fransiskus Bandar Lampung pada semester Genap tahun pelajaran 2018/2019. Objek penelitian adalah aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan lembar ceklist aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan lembar soal tes disetiap akhir siklus. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prosedur penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) model Hopkins.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pelaksanaan tindakan selama 3 siklus diperoleh data aktivitas belajar siswa yang meliputi: interaksi siswa dalam mengikuti PBM, keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat, partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, motivasi dan semangat siswa dalam mengikuti PBM, dan hubungan siswa selama PBM, terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Data rata-rata aktivitas belajar siswa setiap aspek Persiklus
No | Aspek Yang diamati | Nilai Aktivitas | ||
Siklus I | Siklus II | Siklus III | ||
1. | Interaksi siswa dalam mengikuti PBM | 60,4 | 71,2 | 79,6 |
2. | Keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat | 59,7 | 65,0 | 80,4 |
3. | Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran | 60,2 | 63,1 | 80,6 |
4. | Motivasi dan semangat siswa dalam mengikuti PBM | 61,0 | 68,5 | 83,8 |
5. | Hubungan siswa selama PBM | 59,7 | 74,0 | 80,6 |
Nilai rata-rata | 60,0 | 68,3 | 81,0 |
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa aktivitas belajar siswa setiap siklus mengalami peningkatan. Pada siklus I persentase rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 60,0%, dengan kategori kurang aktif meningkat pada siklus II sebesar 8,3% menjadi 68,3% dengan kategori cukup aktif dan meningkat kembali pada siklus III sebesar 12,7% menjadi sebesar 81,0% dengan kategori aktif.
Data distribusi hasil belajar siswa diperoleh dengan menggunakan tes disetiap akhir siklusnya yang terlihat seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Data rata-rata hasil belajar siswa setiap aspek Persiklus
Kategori | Jumlah Siswa | ||
Siklus I | Siklus II | Siklus III | |
Baik | 6 siswa | 7 siswa | 25 siswa |
Cukup Baik | 4 siswa | 20 siswa | 5 siswa |
Kurang Baik | 22 siswa | 5 siswa | 2 siswa |
Jumlah | 32 siswa | 32 siswa | 32 siswa |
Rata-rata Hasil Belajar | 40,5 | 58,87 | 71,25 |
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang signifikan dari siklus ke siklus. Siklus I dengan nilai rata-rata kognitf sebesar 40,5 dengan kurang baik. Hal yang sama dengan kategori cukup baik terjadi pada siklus II, dengan silai rata-rata 58,87. Sedangkan di siklus III meningkat menjadi 71,25 dengan kategori baik. Berdasarkan standar ketuntasan untuk mata pelajaran fisika dengan KKM sebesar 70 diperoleh onformasi bahwa pada siklus I dan siklus II rata-rata penguasaan materi fisika tergolong kurang baik atau belum tuntas. Sedangkan pada siklus III sudah tergolong baik atau tuntas dengan melihat kriteria ketuntasan minimal yang sudah ditetapkan.
Aktivitas siswa yang sangat minim dilakukan siswa selama siklus I adalah keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan dan hubungan siswa selama PBM. Sebagian besar siswa cenderung kurang percaya diri dan kurang berani dalam bertanya atau mengemukakan pendapat sehingga saat diminta mengemukakan pendapat kalimat yang diucapkan terbata-bata. Hal ini menyebabkan maksud dari pesan yang ingin disampaikan kurang memiliki tujuan yang jelas dan kurang terarah. Selain itu, siswa masih banyak menggunakan bahasa yang kurang logis dalam menyimpulkan suatu materi. Hal tersebut dikarenakan mereka belum terbiasa melakukan hal-hal seperti itu pada pertemuan sebelumnya. Pada saat pembelajaran berlangsung, siswa terbiasa menjadi pasif dan komunikasi cenderung berjalan satu arah. Ruang kebebasan yang mereka miliki kurang terbuka untuk menciptakan pengalaman belajarnya, pada saat berdiskusi, bertukar ide dan mengkaji suatu materi secara bersama. Hal ini tentunya berkontribusi bagi pembentukan sikap belajar siswa yang pasif, perasaan takut salah, tidak berani mencoba sesuatu yang baru dan kurang percaya diri. Pada siklus II dan III terjadi peningkatan secara signifikan terutama pada aspek keberanian siswa dalam bertanya atau berpendapat, hal ini terlihat dari kelugasan dan kelancaran siswa dalam berargumen, tidak lagi terbata-bata seperti sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat untuk meningkatkan kerjasama mereka dalam diskusi kelompok.Hal ini didikung dengan pendapat Nathasa dan Elita (2018) yang menyatakan Penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran TPS dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Diskusi kelompok ini sangat penting, karena dapat menumbuhkan partisipasi aktif di kalangan siswa. Kegiatan diskusi juga dapat mengembangkan frekuensi munculnya kecakapan kesadaran diri karena dapat melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan kepercayaan diri untuk berani mengemukakan pendapat atau menanggapi pertanyaan dari teman. Pada siklus II dan III, baik hubungan sesama siswa maupun hubungan siswa dengan guru menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Interaksi sesama siswa, kemampuan menghargai dan memberi tanggapan yang positif terhadap pendapat teman yang lain serta tanggungjawab kelompok sudah mulai terbentuk menjadi sebuah kesadaran di dalam diri siswa. Pola komunikasi tidak lagi satu arah, siswa mulai mampu berkomunikasi secara baik dengan guru, aktif menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan dan dapat menangkap secara baik penjelasan yang diberikan oleh guru. Hal ini tentunya merupakan dampak positif dari karakteristik model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS) mampu menstimulasi sikap positif siswa untuk meningkatkan kerjasama dan tanggungjawab mereka terhadap kelompoknya. Hal ini didukung dengan pendapat Kuswati, dkk (2012) Kelebihan model kooperatif tipe TPS meningkatkan partisipasi, cocok untuk tugas-tugas yang sederhana, masing-masing anggota memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkontribusi pada kelompoknya, interaksi lebih mudah, pembentukkannya lebih cepat dan mudah.
Dalam penelitian ini hasil belajar diperoleh dari ranah kognitif saja. Standar ketuntasan minimal yang diterapkan sekolah adalah 71,00. Nilai kognitif siswa adalah nilai yang diperoleh siswa setelah mengerjakan tes formatif yang dilaksanakan setiap akhir siklus, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sudah dipelajari dengan menerapkan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS). Tes formatif terdiri dari 5 butir soal dalam bentuk tes uraian non-objektif yang harus diselesaikan siswa secara individu disetiap akhir siklus. Berdasarkan data yang diperoleh dari siklus I sampai siklus III, kebanyakan siswa yang tuntas atau nilai hasil belajarnya tinggi adalah siswa yang aktivitasnya baik dalam proses pembelajara. Hal ini diperkuat dengan pendapat Galura, I.A, dkk (2016) keaktifan belajar peserta didik menjadi salah satu penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang akan berdampak pada peningkatan hasil belajar peserta didik. Selain itu dengan menggunakan model pebelajaran TPS akan membiasakan anak untuk bekerjasama dalam tim sehingga pemahaman yang masih belum diketahui dapat didiskusikan antar teman sehingga terjadi transfer informasi yang pada akhirnya kan menambah pengetahuan dari peerta didik tersebut. Hal ini didukung dengan pendapat Isjoni (2012) yang menyatakan pembelajaran dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil membuat peserta didik dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan deskripsi rata-rata hasil belajar, dapat dikatakan bahwa penerapan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Hal ini didukung dengan pendapat Bellina, S., & Motlan (2013) dan Candra (2013) mengatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan pembelajaran kooperatif tipe TPS, serta diperkuat dengan pendapat Tirza,dkk (2016) yang menyatakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif digunakan pada pembelajaran gelombang mekanik
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
- Aktivitas siswa dalam pembelajaran Cooperative Learning menggunakan tipe Think Pair Share (TPS) mengalami peningkatan pada siklus I nilai rata-rata aktivitas siswa sebesar 60,0 tergolong dalam kriteria kurang aktif, pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 8,3% menjadi 68,3 tergolong dalam kriteria cukup aktif dan pada siklus III terjadi peningkatan sebesar 12,7% menjadi 81,0 dan tergolong dalam kriteria aktif. Hal tersebut disebabkan pada pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS) ini banyak melibatkan aktivitas siswa.
- Rata-rata nilai hasil belajar fisika pada pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS), pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 40,5, pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 18,3% menjadi 58,87 dan pada siklus III mengalami peningkatan sebesar 12,3% menjadi 71,25. Berdasarkan data hasil penelitian mengenai hasil belajar siswa yang di nilai oleh guru peneliti, dapat dikatakan bahwa penerapan pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS) pada materi Suhu dan pemuaian dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini disebabkan pada pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS) ini siswa dapat lebih memahami serta mengerti materi melalui penyelidikan baik itu dari buku pelajaran maupun praktikum yang dilakukan sehingga hasil belajarnya meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Bellina. S., & Motlan. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Berbasis Praktikum Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Listrik Dinamis di Kelas X Semester II SMA Negeri 1 Siborongborong T.P. 2012/2013. Inovasi Pembelajaran Fisika (INPAFI). Vol 1 No. 3.
Candra, F, dkk. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
Disertai LKS dalam Pembelajaran Fisika di SMA. Jurnal Pendidikan Fisika, Vol.2 No.2.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Galura, I.A., Mujasam, & Widyaningsih,S.W. (2016). Penerapan Model Kooperatif Tipe Tipe Teams Games Tousnament (TGT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas XI IPA SMA Yapis Manokwari.Jurnal Pancaran. Vol. 5 No. 2.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
Isjoni. (2012). Pembelajaran Kooperatif.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karyawati, Ni Komang. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square (TPS) Berbantuan Kartu Kerja Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal
Mimbar PGSD UniversitasPendidikan Ganesha Jurusan PGSD.Vol. 2 No. 1.
Kuswati, dkk. (2012). Eksperimentasi Metode Discovery dan Metode TPS terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Ditinjau dari Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMP Kelas VIII Negeri 26 Purworejo Tahun 2011/2012. Prosiding,Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika.Yogyakarta: UNY.
Nathasa, P.I, Elita,M.S.W., (2018). Think-Pair-Square(TPS), sebuah Model Pembelajaran Kooperatif dalam Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Intelejensi.Vol 1 No.1.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (pertanyaan dan Jawaban). Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Ridwan. 2008. “Ketercapaian Prestasi Belajar”.http://www.duniailmu.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 24 Januari
2019.
Sutamin. 2007. “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelas VIII A SMP 2 Kudus melalui Implementasi Metode Pembelajaran dengan Tutor Sebaya Pada Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar”. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Tirza Pangkali1, Iriwi L.S. Sinon2, Sri Wahyu Widyaningsih.(2016). Penerapan model kooperatif tipe tps terhadap hasil belajar kognitif dan aktivitas peserta didik pada materi gelombang mekanik kelas xi ipa sma negeri 1 kabupaten sorong. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi. Vol 5 No 2.
Zulfikri dkk. 2008. “Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Pengajian Al Qur’an terhadap aktivitas Belajar Siswa Kelas 1 pada Mata Pelajaran PAI di SMA Islamiyah Pontianak